Selasa, 26 Mei 2009

Cerita Menyentuh dari India

Istriku berkata kepada aku yang sedang baca koran. Berapa lama lagi kamu baca koran itu? Tolong kamu ke sini dan bantu anak perempuanmu tersayang untuk makan. Aku taruh koran dan melihat anak perempuanku satu2nya, namanya Sindu tampak ketakutan, air matanya banjir di depannya ada semangkuk nasi berisi nasi susu asam/yogurt (nasi khas India /curd rice). Sindu anak yang manis dan termasuk pintar dalam usianya yang baru 8 tahun. Dia sangat tidak suka makan curd rice ini. Ibu dan istriku masih kuno, mereka percaya sekali kalau makan curd rice ada “cooling effect”.

Aku mengambil mangkok dan berkata Sindu sayang, demi ayah, maukah kamu makan beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak, nanti ibumu akan teriak2 sama ayah.

Aku bisa merasakan istriku cemberut di belakang punggungku. Tangis Sindu mereda dan ia menghapus air mata dengan tangannya, dan berkata “boleh ayah akan saya makan curd rice ini tidak hanya beberapa sendok tapi semuanya akan saya habiskan, tapi saya akan minta” agak ragu2 sejenak “akan minta sesuatu sama ayah bila habis semua nasinya. Apakah ayah mau berjanji memenuhi permintaan saya?”

Aku menjawab “oh pasti, sayang.”

Sindu tanya sekali lagi, “betul nih ayah ?”

Yah pasti sambil menggenggam tangan anakku yang kemerah mudaan dan lembut sebagai tanda setuju.”

Sindu juga mendesak ibunya untuk janji hal yang sama, istriku menepuk tangan Sindu yang merengek sambil berkata tanpa emosi, janji kata istriku. Aku sedikit khawatir dan berkata: “Sindu jangan minta komputer atau barang2 lain yang mahal yah, karena ayah saat ini tidak punya uang.”

Sindu menjawab : jangan khawatir, Sindu tidak minta barang2 mahal kok. Kemudian Sindu dengan perlahan-lahan dan kelihatannya sangat menderita, dia bertekad menghabiskan semua nasi susu asam itu. Dalam hatiku aku marah sama istri dan ibuku yang memaksa Sindu untuk makan sesuatu yang tidak disukainya.

Setelah Sindu melewati penderitaannya, dia mendekatiku dengan mata penuh harap, dan semua perhatian (aku, istriku dan juga ibuku) tertuju kepadanya. Ternyata Sindu mau kepalanya digundulin/dibotakin pada hari Minggu. Istriku spontan berkata permintaan gila, anak perempuan dibotakin, tidak mungkin. Juga ibuku menggerutu jangan terjadi dalam keluarga kita, dia terlalu banyak nonton TV dan program2 TV itu sudah merusak kebudayaan kita.

Aku coba membujuk: Sindu kenapa kamu tidak minta hal yang lain kami semua akan sedih melihatmu botak. Tapi Sindu tetap dengan pilihannya, tidak ada yah, tak ada keinginan lain, kata Sindu. Aku coba memohon kepada Sindu : tolonglah kenapa kamu tidak mencoba untuk mengerti perasaan kami.

Sindu dengan menangis berkata : ayah sudah melihat bagaimana menderitanya saya menghabiskan nasi susu asam itu dan ayah sudah berjanji untuk memenuhi permintaan saya. Kenapa ayah sekarang mau menarik/menjilat ludah sendiri? Bukankah Ayah sudah mengajarkan pelajaran moral, bahwa kita harus memenuhi janji kita terhadap seseorang apapun yang terjadi seperti Raja Harishchandra (raja India jaman dahulu kala) untuk memenuhi janjinya rela memberikan tahta, harta/kekuasaannya, bahkan nyawa anaknya sendiri.

Sekarang aku memutuskan untuk memenuhi permintaan anakku : janji kita harus ditepati. Secara serentak istri dan ibuku berkata : apakah aku sudah gila? Tidak, jawabku, kalau kita menjilat ludah sendiri, dia tidak akan pernah belajar bagaimana menghargai dirinya sendiri. Sindu, permintaanmu akan kami penuhi. Dengan kepala botak, wajah Sindu nampak bundar dan matanya besar dan bagus.

Hari Senin, aku mengantarnya ke sekolah, sekilas aku melihat Sindu botak berjalan ke kelasnya dan melambaikan tangan kepadaku. Sambil tersenyum aku membalas lambaian tangannya.

Tiba2 seorang anak laki2 keluar dari mobil sambil berteriak : Sindu tolong tunggu saya. Yang mengejutkanku ternyata, kepala anak laki2 itu botak.

Aku berpikir mungkin”botak” model jaman sekarang. Tanpa memperkenalkan dirinya seorang wanita keluar dari mobil dan berkata: “anak anda, Sindu benar2 hebat. Anak laki2 yang jalan bersama-sama dia sekarang, Harish adalah anak saya, dia menderita kanker leukemia.” Wanita itu berhenti sejenak, nangis tersedu-sedu, “bulan lalu Harish tidak masuk sekolah, karena pengobatan chemo therapy kepalanya menjadi botak jadi dia tidak mau pergi ke sekolah takut diejek/dihina oleh teman2 sekelasnya. Nah Minggu lalu Sindu datang ke rumah dan berjanji kepada anak saya untuk mengatasi ejekan yang mungkin terjadi. Hanya saya betul2 tidak menyangka kalau Sindu mau mengorbankan rambutnya yang indah untuk anakku Harish. Tuan dan istri tuan sungguh diberkati Tuhan mempunyai anak perempuan yang berhati mulia.”

Aku berdiri terpaku dan aku menangis, malaikat kecilku, tolong ajarkanku tentang kasih.

Cerita Menyentuh dari India

Istriku berkata kepada aku yang sedang baca koran. Berapa lama lagi kamu baca koran itu? Tolong kamu ke sini dan bantu anak perempuanmu tersayang untuk makan. Aku taruh koran dan melihat anak perempuanku satu2nya, namanya Sindu tampak ketakutan, air matanya banjir di depannya ada semangkuk nasi berisi nasi susu asam/yogurt (nasi khas India /curd rice). Sindu anak yang manis dan termasuk pintar dalam usianya yang baru 8 tahun. Dia sangat tidak suka makan curd rice ini. Ibu dan istriku masih kuno, mereka percaya sekali kalau makan curd rice ada “cooling effect”.

Aku mengambil mangkok dan berkata Sindu sayang, demi ayah, maukah kamu makan beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak, nanti ibumu akan teriak2 sama ayah.

Aku bisa merasakan istriku cemberut di belakang punggungku. Tangis Sindu mereda dan ia menghapus air mata dengan tangannya, dan berkata “boleh ayah akan saya makan curd rice ini tidak hanya beberapa sendok tapi semuanya akan saya habiskan, tapi saya akan minta” agak ragu2 sejenak “akan minta sesuatu sama ayah bila habis semua nasinya. Apakah ayah mau berjanji memenuhi permintaan saya?”

Aku menjawab “oh pasti, sayang.”

Sindu tanya sekali lagi, “betul nih ayah ?”

Yah pasti sambil menggenggam tangan anakku yang kemerah mudaan dan lembut sebagai tanda setuju.”

Sindu juga mendesak ibunya untuk janji hal yang sama, istriku menepuk tangan Sindu yang merengek sambil berkata tanpa emosi, janji kata istriku. Aku sedikit khawatir dan berkata: “Sindu jangan minta komputer atau barang2 lain yang mahal yah, karena ayah saat ini tidak punya uang.”

Sindu menjawab : jangan khawatir, Sindu tidak minta barang2 mahal kok. Kemudian Sindu dengan perlahan-lahan dan kelihatannya sangat menderita, dia bertekad menghabiskan semua nasi susu asam itu. Dalam hatiku aku marah sama istri dan ibuku yang memaksa Sindu untuk makan sesuatu yang tidak disukainya.

Setelah Sindu melewati penderitaannya, dia mendekatiku dengan mata penuh harap, dan semua perhatian (aku, istriku dan juga ibuku) tertuju kepadanya. Ternyata Sindu mau kepalanya digundulin/dibotakin pada hari Minggu. Istriku spontan berkata permintaan gila, anak perempuan dibotakin, tidak mungkin. Juga ibuku menggerutu jangan terjadi dalam keluarga kita, dia terlalu banyak nonton TV dan program2 TV itu sudah merusak kebudayaan kita.

Aku coba membujuk: Sindu kenapa kamu tidak minta hal yang lain kami semua akan sedih melihatmu botak. Tapi Sindu tetap dengan pilihannya, tidak ada yah, tak ada keinginan lain, kata Sindu. Aku coba memohon kepada Sindu : tolonglah kenapa kamu tidak mencoba untuk mengerti perasaan kami.

Sindu dengan menangis berkata : ayah sudah melihat bagaimana menderitanya saya menghabiskan nasi susu asam itu dan ayah sudah berjanji untuk memenuhi permintaan saya. Kenapa ayah sekarang mau menarik/menjilat ludah sendiri? Bukankah Ayah sudah mengajarkan pelajaran moral, bahwa kita harus memenuhi janji kita terhadap seseorang apapun yang terjadi seperti Raja Harishchandra (raja India jaman dahulu kala) untuk memenuhi janjinya rela memberikan tahta, harta/kekuasaannya, bahkan nyawa anaknya sendiri.

Sekarang aku memutuskan untuk memenuhi permintaan anakku : janji kita harus ditepati. Secara serentak istri dan ibuku berkata : apakah aku sudah gila? Tidak, jawabku, kalau kita menjilat ludah sendiri, dia tidak akan pernah belajar bagaimana menghargai dirinya sendiri. Sindu, permintaanmu akan kami penuhi. Dengan kepala botak, wajah Sindu nampak bundar dan matanya besar dan bagus.

Hari Senin, aku mengantarnya ke sekolah, sekilas aku melihat Sindu botak berjalan ke kelasnya dan melambaikan tangan kepadaku. Sambil tersenyum aku membalas lambaian tangannya.

Tiba2 seorang anak laki2 keluar dari mobil sambil berteriak : Sindu tolong tunggu saya. Yang mengejutkanku ternyata, kepala anak laki2 itu botak.

Aku berpikir mungkin”botak” model jaman sekarang. Tanpa memperkenalkan dirinya seorang wanita keluar dari mobil dan berkata: “anak anda, Sindu benar2 hebat. Anak laki2 yang jalan bersama-sama dia sekarang, Harish adalah anak saya, dia menderita kanker leukemia.” Wanita itu berhenti sejenak, nangis tersedu-sedu, “bulan lalu Harish tidak masuk sekolah, karena pengobatan chemo therapy kepalanya menjadi botak jadi dia tidak mau pergi ke sekolah takut diejek/dihina oleh teman2 sekelasnya. Nah Minggu lalu Sindu datang ke rumah dan berjanji kepada anak saya untuk mengatasi ejekan yang mungkin terjadi. Hanya saya betul2 tidak menyangka kalau Sindu mau mengorbankan rambutnya yang indah untuk anakku Harish. Tuan dan istri tuan sungguh diberkati Tuhan mempunyai anak perempuan yang berhati mulia.”

Aku berdiri terpaku dan aku menangis, malaikat kecilku, tolong ajarkanku tentang kasih.

Aku Ingin Mama Kembali

Sebuah kisah teladan dari negeri China

Di Propinsi Zhejiang China, ada seorang anak laki yang luar biasa, sebut saja namanya Zhang Da. Perhatiannya yang besar kepada Papanya, hidupnya yang pantang menyerah dan mau bekerja keras, serta tindakan dan perkataannya yang menyentuh hati membuat Zhang Da, anak lelaki yang masih berumur 10 tahun ketika memulai semua itu, pantas disebut anak yang luar biasa.

Saking jarangnya seorang anak yang berbuat demikian, sehingga ketika Pemerintah China mendengar dan menyelidiki apa yang Zhang Da perbuat maka merekapun memutuskan untuk menganugerahi penghargaan Negara yang Tinggi kepadanya.
Zhang Da adalah salah satu dari sepuluh orang yang dinyatakan telah melakukan perbuatan yang luar biasa dari antara 1,4 milyar penduduk China. Tepatnya 27
Januari 2006 Pemerintah China, di Propinsi Jiangxu, kota Nanjing, serta disiarkan secara Nasional keseluruh pelosok negeri, memberikan penghargaan kepada 10 (sepuluh) orang yang luar biasa, salah satunya adalah Zhang Da.

Pada tahun 2001, Zhang Da ditinggal pergi oleh Mamanya yang sudah tidak tahan hidup menderita karena miskin dan karena suami yang sakit keras. Dan sejak hari itu Zhang Da hidup dengan seorang Papa yang tidak bisa bekerja tidak bisa berjalan, dan sakit-sakitan. Kondisi ini memaksa seorang bocah ingusan yang waktu itu belum genap 10 tahun untuk mengambil tanggungjawab yang sangat berat. Ia harus sekolah, ia harus mencari makan untuk Papanya dan juga dirinya sendiri, ia juga harus memikirkan obat-obat yang yang pasti tidak murah untuk dia. Dalam kondisi yang seperti inilah kisah luar biasa Zhang Da dimulai. Ia masih terlalu kecil untuk menjalankan tanggung jawab yang susah dan pahit ini. Ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang harus menerima kenyataan hidup yang pahit di dunia ini.Tetapi yang membuat Zhang Da berbeda adalah bahwa ia tidak menyerah.

Hidup harus terus berjalan, tapi tidak dengan melakukan kejahatan, melainkan memikul tanggungjawab untuk meneruskan kehidupannya dan papanya. Demikian
ungkapan Zhang Da ketika menghadapi utusan pemerintah yang ingin tahu apa yang dikerjakannya.

Ia mulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dari rumah sampai sekolah harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Dalam perjalanan dari dan ke sekolah itulah, Ia mulai makan daun, biji-bijian dan buah-buahan yang ia temui. Kadang juga ia menemukan sejenis jamur, atau rumput dan ia coba memakannya. Dari mencoba-coba makan itu semua, ia tahu mana yang masih bisa ditolerir oleh lidahnya dan mana yang tidak bisa ia makan. Setelah jam pulang sekolah di siang hari dan juga sore hari, ia bergabung dengan beberapa tukang batu untuk membelah batu-batu besar dan memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil kerja sebagai tukang batu ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk papanya. Hidup seperti ini ia jalani selama lima tahun tetapi badannya tetap sehat, segar dan kuat.

ZhangDa Merawat Papanya yang Sakit.

Sejak umur 10 tahun, ia mulai tanggungjawab untuk merawat papanya. Ia menggendong papanya ke WC, ia menyeka dan sekali-sekali memandikan papanya, ia
membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan papanya, semua dia kerjakan dengan rasa tanggungjawab dan kasih. Semua pekerjaan ini menjadi tanggungjawabnya sehari-hari.

Zhang Da menyuntik sendiri papanya.

Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da berpikir untuk menemukan cara terbaik untuk mengatasi semua ini. Sejak umur sepuluh tahun ia mulai belajar tentang obat-obatan melalui sebuah buku bekas yang ia beli. Yang membuatnya luar biasa adalah ia belajar bagaimana seorang suster memberikan ijeksi/suntikan kepada pasiennya.

Setelah ia rasa ia mampu, ia nekad untuk menyuntik papanya sendiri. Saya sungguh kagum, kalau anak kecil main dokter-dokteran dan suntikan itu sudah biasa. Tapi jika anak 10 tahun memberikan suntikan seperti layaknya suster atau dokter yang sudah biasa memberi injeksi saya baru tahu hanya Zhang Da. Orang bisa bilang apa yang dilakukannya adalah perbuatan nekad, sayapun berpendapat demikian. Namun jika kita bisa memahami kondisinya maka saya ingin katakan bahwa Zhang Da adalah anak cerdas yang kreatif dan mau belajar untuk mengatasi kesulitan yang sedang ada dalam hidup dan kehidupannya. Sekarang pekerjaan menyuntik papanya sudah dilakukannya selama lebih kurang lima tahun, maka Zhang Da sudah trampil dan ahli menyuntik.

Aku Mau Mama Kembali

Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orang terkenal yang hadir dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut sedang tertuju kepada Zhang Da,
Pembawa Acara (MC) bertanya kepadanya, “Zhang Da, sebut saja kamu mau apa, sekolah di mana, dan apa yang kamu rindukan untuk terjadi dalam hidupmu, berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah, besar nanti mau kuliah di mana, sebut saja. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebut saja, di sini ada banyak pejabat, pengusaha, orang terkenal yang hadir.

Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!” Zhang Da pun terdiam dan tidak menjawab
apa-apa. MC pun berkata lagi kepadanya, “Sebut saja, mereka bisa membantumu” Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara bergetar iapun menjawab, “Aku Mau Mama Kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu Papa, aku bisa cari makan sendiri, Mama Kembalilah!” demikian Zhang Da bicara dengan suara yang keras dan penuh harap.

Saya bisa lihat banyak pemirsa menitikkan air mata karena terharu, saya pun
tidak menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya. Mengapa ia tidak minta kemudahan untuk pengobatan papanya, mengapa ia tidak minta deposito yang cukup
untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk masa depannya, mengapa ia tidak minta rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit, mengapa ia tidak minta
sebuah kartu kemudahan dari pemerintah agar ketika ia membutuhkan, melihat katabelece yang dipegangnya semua akan membantunya. Sungguh saya tidak mengerti, tapi yang saya tahu apa yang dimintanya, itulah yang paling utama bagi dirinya. Aku Mau Mama Kembali, sebuah ungkapan yang mungkin sudah dipendamnya sejak saat melihat mamanya pergi meninggalkan dia dan papanya.

Tidak semua orang bisa sekuat dan sehebat Zhang Da dalam mensiasati kesulitan hidup ini. Tapi setiap kita pastinya telah dikaruniai kemampuan dan kekuatan yg
istimewa untuk menjalani ujian di dunia. Sehebat apapun ujian yg dihadapi pasti ada jalan keluarnya…ditiap-tiap kesulitan ada kemudahan dan Tuhan tidak akan menimpakan kesulitan diluar kemampuan umat-Nya.

Jadi janganlah menyerah dengan keadaan, jika sekarang sedang kurang beruntung, sedang mengalami kekalahan….bangkitlah! karena sesungguhnya kemenangan akan diberikan kepada siapa saja yg telah berusaha sekuat kemampuannya.


Kejujuran yang Menyelamatkan Jiwa

Disuatu desa terpencil dipinggiran kota , tinggalah seorang anak laki-laki bersama 6 saudaranya, kehidupan keluarga ini terlihat sangatlah sederhana, orang tuanya hanya seorang buruh tani, kakak dan adiknya semua masih bersekolah sementara ibunya hanya seorang ibu rumah tangga yang hanya mengurusi keluarga. Untuk membantu keuangan keluarganya setiap hari selepas pulang sekolah , ia pergi kepasar untuk berjualan asongan.

Pada suatu hari saat anak ini sedang menjajakan dagangannya, tiba-tiba ia melihat sebuah bungkusan kertas koran yang cukup besar , terjatuh dipinggir jalan, lalu diambilnya bungkusan tersebut, kemudian dibukanya bungkusan itu, namun betapa kaget dan terkejutnya ia, ternyata isi bungkusan tersebut berisi uang dalam nominal besar.

Tampak diraut wajahnya rasa iba dan bukan kegembiraan, ia tampak kebinggungan, karena ia yakin uang ini pasti ada yang memilikinya , pada saat itu juga anak ini langsung berinisiatif untuk mencari sipemilik bungkusan tersebut, sambil mencari-cari sipemiliknya, tiba-tiba seorang ibu dengan ditemani seorang satpam datang dengan berlinang air mata menghampiri anak kecil itu , lalu ibu ini berkata “dek, bungkusan itu milik ibu, isi bungkusan itu adalah uang”.

Uang untuk biaya rumah sakit,karena anak ibu baru saja mengalami kecelakan korban tabrak lari, saat ini anak ibu dalam keadaan kritis dan harus cepat dioperasi karena terjadi pendarahan otak, kalau tidak cepat ditangani ibu khawatir jiwa anak ibu tidak akan tertolong.

Pagi ini ibu baru saja menjual semua harta yang ibu miliki untuk biaya rumah sakit, Ibu sangat membutuhkan uang ini untuk menyelamatkan jiwa anak ibu.

Lalu anak kecil tersebut berkata,” benar bu, aku sedang mencari pemilik bungkusan ini, karena aku yakin pemilik bungkusan ini sangat membutuhkan. “Ini bu !, milik ibu”. setelah itu anak kecil tersebut langsung berlari pulang , sesampai dirumah ia ceritakan semua kejadian yang baru saja dialami kepada Ibu nya.

Lalu ibunya berkata , “ Benar anak ku ! “, kamu tidak boleh mengambil barang milik orang lain, walau pun itu dijalanan , karena barang itu bukan milik kita. Ibu sangat bangga pada mu nak, walau pun kita miskin , namun kamu KAYA dengan KEBAIKAN dan KEJUJURAN.

Untuk apa kita memiliki kekayaan yang melimpah, sementara kita harus mengorbankan nyawa orang lain . “Kamu sungguh anak yang baik nak” , ibu sangat bersyukur mempunyai anak seperti mu.

Hari ini ibu percaya, kamu sudah menyelamatkan satu jiwa melalui kebaikan dan kejujuran mu, kamu harus jaga terus kejujuranmu , karena kejujuran dapat menyelamatkan banyak orang dan kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana . “Apa yang bukan milik kita, pantang untuk kita ambil”.

(“Matamu adalah pelita tubuhmu, Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu, tetapi jika matamu jahat, gelaplah tubuhmu. Karena itu perhatikanlah supaya terang yang ada padamu jangan menjadi gelap. Jika seluruh tubuhmu terang dan tidak ada bagian yang gelap, maka seluruhnya akan terang, sama seperti apabila pelita menerangi engkau dengan cahayanya.” )

Thomas


Apoteker dan Kebijaksanan Nasehat

Seorang wanita baru pindah ke sebuah kota kecil. Setelah berada di sana beberapa waktu, ia mengeluh kepada tetangganya tentang pelayanan buruk yang dialaminya di apotek setempat. Ia meminta pada tetangganya agar mau menyampaikan kritiknya pada pemilik apotek itu.

Beberapa hari kemudian wanita pendatang tersebut pergi lagi ke apotek itu. Pemilik apotek menyambutnya dengan senyum lebar sambil mengatakan betapa senangnya ia melihat wanita itu berkenan datang kembali ke apoteknya, dan berharap wanita dan suaminya menyukai kota mereka. Bukan hanya itu, pemilik apotek itu bahkan menawarkan diri membantu wanita dan suaminya menguruskan berbagai hal agar mereka bisa menetap di kota itu dengan nyaman. Lalu, ia pun mengirimkan apa yang dipesan wanita itu dengan cepat dan baik.

Wanita itu merasa senang dengan perubahan luar biasa yang ditunjukkan oleh pemilik apotek. Kemudian, ia melaporkan hal itu pada tetangganya. Katanya, “Anda tentu sudah menyampaikan kritik saya mengenai betapa buruk pelayanannya waktu itu.”

“Oh, tidak,” jawab tetangganya. “Sebenarnya saya tidak menyampaikan kritik anda pada mereka. Saya harap anda tidak keberatan. Saya katakan pada pemilik apotek itu betapa anda terkagum-kagum melihat caranya mendirikan apotek di kota kecil ini. Dan, anda merasa apoteknya adalah salah satu apotek dengan pelayanan terbaik yang pernah anda temui.”

~Sumber-Editor Rekan Kantor

Sahabat, seperti inilah kita akan dihargai oleh orang lain. Inilah gambaran tentang perilaku yang kita dapat dari perlakuan yang kita berikan pada orang lain. Sebuah penghargaan, dan juga penghormatan, akan lebih baik, dari sekedar kritik yang tak beralasan.

Ini adalah sebuah cermin, tentang siapa kita, tentang siapa sebenarnya berhak untuk mendapatkan harapan perbaikan. Kritik yang disampaikan dengan cara yang keliru, seringkali hanya menghancurkan harapan perbaikan. Sedangkan sebuah apresiasi (penghargaan) selalu mendorong orang lain untuk melakukan lebih baik lagi.

Jadi, sahabat, sampaikanlah kritik dengan lebih bijak. Selamat mencoba.

Terima kasih telah membaca.


How to Dream for Success?

imagescaqeb8ys.jpg Dreams are information given to us in picture form. The subconscious mind and the imagination work together to produce the answer or information we have requested before going to sleep. The subconscious beliefs and the imagination are the storehouses of all our memories, as well as being connected to the collective unconscious and the cosmos. It is their combined set of thought energies that produce the psychological and physiological responses you experience during your dreams.

Nightmares are defined as the flight or fight mechanism. Just as when you are awake, your body in the dream state experiences the same increase in blood pressure and heart rate. Sleepwalking can be defined as a nightmare, as it puts the dreamer in a state of physical action.

Dreaming of a passionate past or present lover, gives the feeling of participating with the person on an emotional and biological level. Yet at the moment of the dream, you are not physically with the other person(s), but alone in your bed.

Daydreams are under our conscious control. They come from our imagination, that place within us that has no address and is one of the keepers of our every thought, emotion, word and deed – positive or negative. When you want to remember a scene or event in your life – you may simply close your eyes, think about what you want to remember, and “walla” your imagination puts on the show for your conscious mind to remember what happened. (Unless you have created a form of selective amnesia concerning your childhood years – than you will draw a blank. If this is the case dreaming is an excellent way to deal with the past.)

 Literal dreams, are connected to events that have happened to us during the day. If these events are in our thoughts as we drop off to sleep, we begin producing pictures or scenes that are re-enactments of the situation as literal dreams with people and emotions connected to the situation. We do this if we are not comfortable with the information we have already consciously received. Literal dreaming indicates you are searching for more information about the event. Reliving events in your dreams removes your subconscious belief’s barriers to the situation, giving you an unbiased picture of what is “really happening”.
Sleeping dreams are not consciously controlled; they come to us during sleep. Dreaming pictures, emotions, and scenes are spontaneous, unless one becomes adapt at lucid dreaming – more about that later.
 Prophetic Dreams, for tell the future. The Bible and History are filled with Prophetic dreams that have changed the course of history, saved cultures and helped humanity. There is neither time nor space in our dreaming world – thus the ability to dream a prophetically. Dreams of inspiration, information and solutions have been responsible for determining the destiny of countless individuals, as well as shaping the history of nations, in this context; dreams are recognized as both prophetic and powerful.
Dreams can be positive, negative, complicated, simplistic, mysterious or pragmatic as life itself. Why? They are reflecting our life, at the time of the dream, which can be complex or simple. Dreams can be used as our own “Private Investigator”. We all have the ability to instruct our ”P.I.” to contact that part of us that holds the information and solutions we are looking for during sleep. Once contact is made with our dreaming mind, it will begin to give us the answer to our questions through our dreams. Giving us information that cannot come to us in no other way, but in our dreams. Â

WHAT DO YOUR DREAM MESSAGES MEAN?

All of our dreams have a message for us. Our task is to determine what the dream’s message is. Once we have deciphered what the message is, understanding it, than we must act upon the message, either by taking certain steps which may alter our life’s direction for the better, or use the information in the dream to understand our conscious and current subconscious beliefs.

We all have the potential to solve our problems, write books, change the direction of our lives through our dreams or become inventors using our dream messages. The sewing machine, lead shot, ball-bearings, canned food and even the atomic bomb were all first viewed in dreams, and all have made an impression in one way or another, for better or worse, on society and history.

To put our dreaming mind to work we must have a conscious thought about what we want to discover through our dreams. We must send our “P.I.” to our dreaming mind with a request for information. Once the dreaming mind connects with the subconscious mind and imagination the pictures begin to flow. The dreams will begin to start, originating from aspect of ourselves, which knows, or has access to, precisely that which we need. Sleeping on a problem – usually gives you the answer.

What can you ask for in your dreams: personal and financial advice, requests for help, healing guidance and comfort, or what is blocking you from accomplishing your goals.

As in all things if you don’t ask, you may not receive an answer to the problem as soon as you like. Asking yourself to dream for information puts receiving your dream answer on the fast track. If you just go to bed every night without asking your dreaming mind for help with the problem or situation that is troubling you – you may wait months for the answer. So like anything else – the choice is yours to dream or not to dream.Â

Dreaming ExercisesÂ

Although you don’t have to be a Rocket Scientist to become a dreamer on demand, there are certain rules that will help you accomplish your becoming an “Easy Dreamer”. Â

Step One; You must acknowledge that a dream can help you.Â

Step Two: You must give your dreaming mind instructions. Asking what you want to know about a situation, a person, or an event. Your dreaming mind is always waiting for these requests and instructions so that it can help you.Â

Step Three: Start a Dream Journal. In your journal write down the question you want a dream answer for just before going to sleep. Once you have written the question – concentrate on it – by imagining the event, situation or person you want information about

Step Four:Â In your Dream Journal along with your question you will write down your Cognitive Evaluations concerning the question you are asking about.

 Cognitive Evaluation Exercise —What is blocking Your Telepathic Abilities?

Close your eyes, turning your thoughts within and begin to do a Cognitive Evaluations (CE) asking yourself what you subconsciously believe about your telepathic abilities. Â

 Imagine you are telepathic, using that ability to send or receive messages from other people. If your subconscious mind believes you are telepathic – there will be no blocks. If it doesn’t believe it – you will begin to experience thoughts and feelings of why you shouldn’t be telepathic. Now write down those feelings and thoughts.

Re-write this list in order of importance in your Dream Journal. Reading them twice, just before going to sleep, than continue to ask yourself, what is blocking your telepathic abilities over and over again until you drop off to sleep? Don’t be forceful with yourself.

Keep your Dream Journal and a light next to your bed. If you wake up after a dream write down the key words – so when you wake in the morning you will be able to remember the dream in it entirety.Â

If you didn’t remember your dream do the same process each night until your dreaming mind gives you an answer.

A last resort for the non-dreamer is to have someone else dream for you – more about that later.


Akhirnya Mulyono Bisa ke ITB

sekolah di itbPerawakannnya kecil dan kurus, penampilannya sederhana, dan bicaranya agak malu-malu. Ia berasal dari sebuah desa yang dikelilingi ladang jagung di Dusun Ngampel Kurung, Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Sekalipun tidak banyak orang yang tahu, ia adalah seorang yang turut mengharumkan nama bangsa Indonesia di kancah internasional.

Mulyono (18) adalah salah seorang peraih medali perunggu dalam Olimpiade Biologi Internasional (IBO) 2004 di Brisbane Autralia, Juli 2004. Sebelumnya, ia meraih penghargaan honorable mention DALAM IBO 2003 di Belarusia. Untuk sampai ke tingkat internasional, Mul, demikian panggilan akrabnya, telah menjadi juara di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional.

Prestasi membanggakan itu membuatnya diterima di Program Studi Mikrobiologi Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui program ujian saringan masuk (USM). Kenyataan itu bukannya membuat dia gembira, malah bingung. “Waktu dikasih tahu saya diterima, seketika dhueeeeng .. Saya langsung berpikir mengenai biaya SPP dan biaya hidup disana” paparnya ketika ditemui di rumahnya hari Minggu (1/8) lalu.

Mul bercerita, kesulitan terbesar yang dialami selama hidupnya selalu berkenaan dengan masalah keuangan. Ia berasal dari keluarga sangat sederhana. Sejak ayahnya meninggal, ketika ia masih berusia selapan (35 hari), ibunya harus bekerja keras di Surabaya, sementara Mul hanya tinggal bersama neneknya yang sudah tua. Karena pada dasarnya ia anak yang pandai, sejak bersekolah di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Srikaton I hingga Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Pare, Mul selalu mendapatkan beasiswa, untuk meringankan beban biaya sekolah yang harus ditanggung ibunya.

“Beasiswa itu hanya cukup untuk membayar BP3, sedangkan untuk buku-buku harus mengeluarkan uang sendiri. Saya bekerja sejak Mul kecil hingga sebesar sekarang, dan jarang bertemu dengannya,” tutur sang ibu, Mujiyati, yang ditemui beberapa hari sebelumnya.

Ia bercerita tentang keinginan besar Mul untuk sekolah di SMAN 2 Pare yang merupakan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) terbaik di Kabupaten Kediri. “Ia tidak mau sekolah kalau tidak di SMAN 2 Pare” katanya.

Maka, dengan berbekal uang Rp 2.200 setiap hari, Mul mengayuh sepeda yang dia miliki sejak kelas empat SD menuju ke jalan besar di Maduretno - yang berjarak sekitar empat kilometer - ke tempat angkutan yang akan membawanya ke Pare. Sepedanya dia titipkan dengan ongkos Rp 200. Lalu ia naik angkutan umum ke sekolahnya - Sekitar 10 kilometer jauhnya - dan untuk itu harus membayar Rp 2.000 untuk pergi pulang. “Ia tidak membawa uang untuk jajan, hanya cukup untuk naik angkutan kota. Biasanya, untuk sarapan saja dia makan masakan yang saya masak sore sebelumnya,” tutur Mujiyati menceritakan.

Waktu itu kehidupan begitu sulitnya bagi mereka, tetapi Mul tidak pernah mengeluh. Begitu seringnya Mul bolak balik ke Bandung membuat ibunya berhenti bekerja untuk menemani neneknya. Sekarang ia mengerjakan apa saja di ladang para tetangganya. “Waktu tahu Mul diterima di ITB, saya juga ikut bingung. Saya sudah tidak bekerja lagi di Surabaya, sementara biaya yang ada belum cukup,” kenang Mujiyati.

Biaya yang harus dibayarkan untuk masuk ITB sebesar Rp 45 juta, sementara biaya persemester Rp 1,7 juta. Belum lagi biaya untuk kos setiap bulan dan biaya makan setiap harinya. Jika biaya itu tidak bisa dipenuhi, ia terancam tak bisa memenuhi cita-citanya yang baru, menjadi seorang peneliti.

Sebelumnya ia sangat ingin menjadi dokter. Namun cita-cita mulia itu harus ditinggalkan karena ia tidak bisa lolos di Penjaringan Bibit Unggul Berprestasi (PBUB) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. “Saya heran, mengapa tidak bisa lolos. Padahal, syarat utamanya adalah juara olimpiade nasional atau finalis olimpiade internasional. Waktu itu saya memenuhi kedua kriteria tersebut, tapi entah mengapa tidak diterima,” kenang Mul dengan nada penasaran. Padahal, jika diterima di PBUB itu, semua biaya kuliah selama 4 tahun gratis. Ia sudah membayangkan beberapa kemudahan yang bisa dinikmatinya, apalagi biaya hidup di Yogyakarta tak setinggi di Bandung.

Namun cita-cita itu harus kandas dan Mul harus banting setir ke ITB yang kemudian membawanya ke berbagai kebingungan. Akan tetapi, kebingungan itu tidak membuatnya putus asa. Mul mengajukan beasiswa ke PT Sampoerna, yang juga berakhir dengan penolakan. “Mungkin mereka salah tangkap, mengira saya meminta beasiswa untuk kuliah S1 di luar negeri. Karena itu, mereka memberi syarat, saya harus meraih medali emas di olimpiade international itu untuk bisa mendapat beasiswa dari mereka. Padahal yang saya inginkan adalah beasiswa untuk kuliah S1 di dalam negeri,” paparnya.

Mul sendiri selalu menabungkan uang yang diperolehnya dari berbagai kompetisi yang diikutinya. “Saya mendapat uang saku, uang transpor selama di pembinaan, juga dari dari juara olimpiade. Semua saya tabung. Saya harus sangat hemat,” kata Mul. Namun sehemat-hematnya Mul mengeluarkan uang, tetap saja tabungannya tidak mencukupi biaya kuliah persemester dan biaya hidup di Bandung.

Api semangat Mul tidak padam, apalagi dukungan dari orang-orang di sekitarnya sangat besar. “Anak itu memang pandai dan selalu juara kelas. Mul juga aktif dan lincah meskipun agak tertutup. Ia juga senang membantu menerangkan teman-temannya jika ada yang bertanya tentang berbagai pelajaran, sampai kadang-kadang merelakan jam istirahatnya ,” ujar guru pembimbing Biologi SMAN 2 Pare, Isrowiyati.

Dengan sukarela, para guru pembimbing mengarahkannya dan membantu kebutuhannya jika Mul akan berangkat ke Bandung untuk pembinaan di ITB. Para guru pembimbing adalah tempat bertanya bagi Mul. Kepada mereka, Mul bisa berterus terang tentang berbagai hal, termasuk kesulitan yang dialaminya. “Kami sedang mengupayakan bantuan dari berbagai pihak, seperti Dinas Pendidikan. Karena kepada dinas sedang sakit, belum ada kelanjutannya. Kabar terakhir, alumni SMAN 2 Pare dan SMAN 2 Kediri bersedia memberikan bantuan untuk biaya hidup Mul sampai tamat di Bandung,” ujar kepala SMAN 2 Pare Sukadi.

Sekarang, Mul boleh berlega hati. Banyak pihak sudah bersedia membantunya. Ia tidak lagi berpikir tentang uang yang harus dia keluarkan untuk biaya kuliah maupun biaya hidup selama di Bandung. Setidaknya, ia bisa mulai mencapai idealismenya untuk menjadi orang yang berguna bagi banyak orang. “Setidaknya apa yang saya hasilkan bisa membuat orang lain senang meskipun mereka tidak mengenal saya. Dan itu sudah membuat saya puas,” ujar Mul mantap.

Mulyono, dengan motto hidupnya “Badai pasti berlalu” penuh percaya diri menyongsong hidupnya. Ladang-ladang jagung di sekitar desanya menunggu untuk diteliti. “Saya percaya, jika sekarang saya berada dalam kesulitan, beberapa jam, menit, atau detik lagi saya akan keluar dari masalah itu,” katanya menutup perbincangan.

Dikutip dari Kompas, Rabu 4 Agustus 2004 hal. 1

Coba bayangkan, seandainya anda berada pada posisi Mulyono diatas, kira-kira apa yang akan anda lakukan ? Hidup miskin di sebuah kota kecil, bersepeda 8 kilometer PP setiap hari, dengan uang Rp 2.200 yang hanya cukup untuk transportasi, dan tidak ada sisa untuk uang jajan. Pulang sekolah dalam keadaan lelah, masih punya kewajiban untuk merawat neneknya yang telah lanjut usia. Kehidupan seperti ini anda lakukan setiap hari selama bertahun-tahun. Dalam keadaan seperti itu, adakah anda masih punya impian untuk melangkah ke kehidupan yang lebih baik ?

Hampir setiap orang mungkin akan menjawab,”. Saya ini kan Cuma anak seorang miskin dari desa. Jangankan mikirin kuliah di ITB, untuk makan sehari-hari aja susah. Ya sudah, ini adalah takdir dari Tuhan. Kita terima saja dan kita syukuri, karena masih diberi hidup sampai hari ini”. Memang benar takdir berasal dari Tuhan. Namun jangan lupa, bahwa kita juga diberi akal budi untuk MENGUBAH takdir kita tersebut. Masalahnya, apakah kita akan MENGGUNAKAN KESEMPATAN untuk mengubah takdir tersebut atau tidak.

Dalam menggunakan kesempatan inipun, masih ada lagi halangannya. Ada orang yang berkata “Saya akan coba” dan ada pula yang bertekad “Saya harus berhasil”. Saya akan coba berarti “Saya akan mengerjakannya, tapi mungkin bisa gagal lho ….”. Masih ada pesimisme dalam kalimat tersebut. “Saya harus berhasil” menunjukkan total komitmen untuk menyelesaikan apa yang ditelah dimulai sampai selesai. Untuk mencapai impian memang tidak mudah. Anda harus berani MEMBAYAR harganya. Harga itu bisa berupa uang, waktu, atau kerja keras.

Mulyono, dalam artikel diatas, hanya sedikit orang yang menggunakan kesempatan tersebut dan membayar harganya dengan kerja keras yang luar biasa.

Rekan-2 Resensinet sekalian, saya yakin sebagian besar dari anda saat ini mempunyai kondisi jauh diatas kondisi Mulyono. Lalu, apa yang menghalangi anda untuk sukses ?

Mungkin saat ini anda mempunyai impian, tapi anda melihat kondisi anda saat ini tidak memungkinkan untuk mencapai impian anda tersebut. Dan mungkin impian anda saat ini sudah terkubur jauh di dalam hati anda. Gali kembali impian itu dan kejar, karena masalahnya bukan DIMANA anda sekarang, tapi KEMANA anda ingin melangkah.

HANYA ORANG YANG BERANI MEMBAYAR HARGANYA DENGAN PENGORBANAN YANG AKAN MENCAPAI IMPIANNYA.

Sukses Untuk Anda !!!